TIGA MODEL ITEM RESPONSE THEORY (IRT)

Foto: Vidhayarthidarpan/Pixabay

Bagaimana mengembangkan model untuk Item Response Theory (disingkat IRT)? Apa saja modelnya?

Item Response Theory (IRT) atau Teori Responsi Butir sering juga dikenal dengan Latent Trait Theory (LTT) atau Teori Ciri Laten dan Item Characteristic Curve (ICC) atau Lengkungan Karakteristik Butir Soal dapat dimodelkan dalam suatu formulasi matematis dan diterapkan dalam menguji hasil tes atau penilaian.

Hambleton, Swaminathan, dan Rogers dalam bukunya Fundamentals of Item Response Theory (1991) menjelaskan tiga model yang dapat diterapkan dalam IRT yaitu model logistik satu parameter, model logistik dua paramater, dan model logistik tiga parameter. Nama pada ketiga model tersebut disesuaikan dengan jumlah parameter yang digunakan. Ketiga parameter tersebut yaitu tingkat kesulitan butir soal, daya pembeda butir soal, dan tebakan semu. Setiap model yang digunakan akan membentuk suatu lengkungan atau kurva yang dikenal sebagai Item Characteristic Curve (ICC).

Yang pertama, model logistik satu parameter atau yang dikenal dengan model Rasch, untuk mengabadikan nama penemunya yaitu Rasch. Model tersebut merupakan model IRT yang sering dipakai. Dalam penerapannya, model ini mengasumsikan bahwa semua butir soal dapat membedakan secara sama dan butir soal tidak dijawab dengan benar berdasarkan faktor tebakan. IRT yang menggunakan satu parameter diformulasikan dalam persamaan sebagai berikut.

Komponen-komponen pada formulasi tersebut dijelaskan sebagai berikut.

Pi (θ) merupakan probabilitas peserta tes yang terpilih secara random dengan kemampuan θ menjawab butir soal i dengan benar, bi adalah parameter kesukaran butir i, dan e adalah nilai 2,718. Parameter bi merupakan titik pada kontinum abilitas dimana probabilitas respons benar adalah 0,5. 

Hambleton, Swaminathan, dan Rogers (1991) menjelaskan bahwa semakin besar nilai parameter bi, semakin besar pula kemampuan yang dibutuhkan bagi peserta tes atau penilaian untuk memperoleh peluang 50% menjawab butir soal dengan benar.

Dalam penerapannya, model logistik satu parameter berdasarkan asumsi-asumsi yang bersifat restriktif. Kesesuaian asumsi akan tergantung pada informasi yang diperoleh dari tes misalnya pada tes yang butir soalnya relatif mudah dan homogen satu dengan yang lain. 

Kedua, model logistik dua parameter. IRT menggunakan dua logistik parameter diformulasikan sebagai berikut.

Nilai D sebesar 1,7 dan ai merupakan parameter daya beda butir soal. Parameter tersebut menginformasikan sejauh mana butir soal dapat membedakan kelompok peserta tes yang berkemampuan tinggi dan kelompok peserta tes yang kemampuannya rendah. Sebuah butir soal y ang memiliki ai yang tinggi akan memiliki kemiringan kurva yang curam. Itu berarti butir soal tersebut lebih mampu membedakan peserta tes dengan tingkat kemampuan yang berbeda dibandingkan butir soal dengan kurva yang memiliki kemiringan yang landai. 

Model dua parameter dikembangkan dengan menambahkan satu parameter lagi yaitu paramter daya beda butir soal. Model ini hanya dapat diterapkan pada tes di mana peserta tes dapat memberikan jawaban secara bebas, misalnya, pada butir soal uraian. Di samping itu, model logistik dua parameter juga dapat diaplikasikan pada butir soal pilihan ganda, dengan catatan butir soal tidak terlalu sukar bagi peserta tes atau penilaian.

Ketiga, model tiga parameter. Pada model logistik tiga parameter, formulasinya sebagai berikut.

Selain menggunakan dua parameter pada model logistik dua parameter, pada model logistik tiga parameter, satu parameter ditambahkan lagi yaitu parameter tebakan semu (pseudo guessing parameter) yang dilambangkan dengan ci. Parameter ini menggambarkan probabilitas peserta tes yang memiliki kemampuan rendah dalam menjawab butir soal dengan benar.

Bagaimana penerapannya? Model logistik tiga paramater cocok dikenakan pada tes yang memperhatikan faktor menebak dapat berkontribusi penting terhadap hasil tes. Faktor semacam ini biasanya terjadi pada butir soal pilihan ganda atau bentuk soal pilihan lainnya.

Kita dapat menemukan parameter tebakan semu tersebut pada tes dengan butir soal yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Butir soal yang sulit dijawab oleh peserta tes akan mendorong peserta tes memilih jawaban dengan cara menebak jawaban.

Comments