MENYOAL HASIL TES PISA INDONESIA

Foto: Pixabay










Seorang Jurnalis, Elizabeth Pisani, menyoroti hasil tes PISA Indonesia dalam sebuah tulisan yang barangkali bisa membikin panas telinga orang Indonesia berjudul “Indonesian Kids don’t know How Stupid They are”. 

Di awal tulisannya tersebut, Pisani memberi contoh tentang salah satu soal PISA yang sebenarnya cukup mudah dijawab. Soalnya begini.

Empat mobil memiliki kapasitas mesin yang berbeda-beda.

Alpha: 1.79

Bolte: 1.796

Castel: 1.82

Dezal: 1.783

Mobil manakah yang kapasitas mesinnya paling kecil?

Lebih dari 75% siswa Indonesia usia 15 tahun tidak memiliki keterampilan matematika untuk menjawab soal itu dengan benar.

Pada setiap tes PISA diselenggarakan, Indonesia senantiasa menduduki peringkat bawah dari 65 negara dalam tes membaca, matematika, dan sains. Ironisnya rasio guru per siswa di Indonesia lebih banyak daripada kebanyakan negara kaya, dan undang-undang Indonesia menjamin bahwa 20 persen dari anggaran nasional dibelanjakan untuk pendidikan.

Hasil PISA memberi bukti bahwa sebanyak 42% siswa berusia 15 tahun tidak mencapai level matematika terendah yang sudah ditentukan. Tiga dari empat siswa tidak mencapai level 2 dalam matematika, artinya mereka tidak mampu membuat interpretasi literal dari hasil data yang disajikan secara sederhana, misalnya, membaca data pada diagram batang. Hanya sekitar 0,3% siswa Indonesia yang berhasil mencapai level 5.

Di bidang sains, seperempat siswa Indonesia tidak mencapai tingkat kemahiran paling bawah, dan 42% lainnya terperosok di tingkat 1. Bagi siswa yang tidak dapat mengerjakan matematika, bisa berarti dua dari tiga siswa tidak dapat menarik kesimpulan berdasarkan hasil investigasi sederhana.

Hanya pada kemampuan membaca, siswa Indonesia menjadi lebih baik. Sebanyak 45% siswa telah berhasil mendemonstrasikan “tingkat dasar kemahiran… yang akan memungkinkan mereka untuk berpartisipasi secara efektif dan produktif dalam kehidupan”. Meskipun lebih dari separuhnya belum mencapai tingkat dasar tersebut. Sementara level 5 hanya dicapai oleh 0,1%.

Yang menjungkirbalikkan hasil dari semuanya itu yaitu suatu laporan yang menyatakan bahwa proporsi siswa yang merasa bahagia di sekolah. Lebih dari 95% siswa Indonesia mengatakan bahwa mereka bahagia di sekolah, dibandingkan dengan 85% di Shanghai yang berkinerja terbaik dan hanya 60% di Korea Selatan, yang juga mendekati peringkat atas pada tes matematika dan sains.

Gambaran umum, meskipun siswa-siswa Indonesia kurang kompeten (setidaknya berdasarkan hasil tes PISA), mereka merasa lebih bahagia di sekolah. Tidak salah rasanya apabila mereka bahagia di sekolah. Pisani menyatakan, “saya khawatir bahwa anak-anak Indonesia bahkan tidak menyadari betapa buruknya sistem sekolah yang mengecewakan mereka”.

Berdasarkan hasil tes PISA, meskipun sebagian besar belum memperoleh keterampilan dasar yang dibutuhkan dalam masyarakat modern, mereka menyatakan bahwa mereka siap menjalani masa depan yang penuh ketidakpastian.

Sekitar 95% siswa Indonesia yang disurvei dalam PISA menyatakan bahwa mereka telah mempelajari hal-hal yang mempersiapkan mereka untuk pekerjaan masa depan mereka, dan hampir tiga perempat berpendapat bahwa sekolah telah mempersiapkan mereka secara memadai untuk kehidupan dewasa. Amat sedikit yang menyatakan bahwa sekolah hanya membuang-buang waktu saja.

Dari hasil itu kita berkaca tentang ruwetnya masalah pendidikan di Indonesia, mulai dari SDM, kurikulum, birokrasi pendidikan, dan sebagainya. Untuk menatanya memang butuh waktu. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang digagas dan akan diselenggarakan barangkali sedikit bisa menjawab persoalan pendidikan di Indonesia.

Comments