NILAI YANG AKURAT YANG SEPERTI APA?

Selain nilai harus mendukung pembelajaran, nilai yang diberikan guru haruslah akurat. Apa maksudnya? 

Memberikan nilai kepada siswa harus dilakukan secara akurat, karena nilai siswa menyangkut keputusan penting terhadap pembelajaran siswa. Nilai yang diberikan guru kepada seorang siswa harus benar-benar merefleksikan prestasi atau kemampuan siswa tersebut. Hal ini bertolak belakang dengan pendekatan tradisional dalam memberikan nilai yang seringkali dilakukan secara tidak akurat sebagai hasil dari tiga tindakan berikut ini. 

Pertama, mencampuradukan antara prestasi atau pencapaian dan perilaku, sikap, atau usaha untuk menentukan nilai siswa. Dalam menentukan nilai siswa, guru biasanya menggabungkan berbagai nilai dari berbagai bukti pembelajaran yang diperoleh dari aktivitas asesmen seperti tes harian, penilaian akhir semester, kuis, tugas proyek, portofolio bersama-sama dengan bukti dari pekerjaan, ketepatan mengumpulkan tugas, partisipasi kelas, kebiasaan kerja, usaha, sikap dan perilaku siswa. Dibantu program komputer pengolah nilai, guru menerapkan bobot yang berbeda untuk setiap kategori bukti yang kemudian digabungkan dengan cara istimewa sehingga hasilnya adalah “nilai gado-gado”, kata Susan Brookhart (1991) dan Ken O'Connor (2013). 

Secara definitif nilai yang diperoleh pada suatu kompetensi tertentu maupun nilai akhir merefleksikan kualitas kinerja akademis seorang siswa. Kinerja akademis tersebut sudah diatur dalam kurikulum nasional meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau perilaku. 

Jika seorang guru tidak ingin mencampuradukan hal itu, tentu saja prestasi atau pencapaian pembelajaran harus didefinisikan secara jelas. Prestasi atau pencapaian akademis tidak lagi melulu sebagai pretasi pencapaian pada aspek pengetahuan dan keterampilan saja. Dewasa ini prestasi atau pencapaian pembelajaran diartikan sebagai pencapaian terhadap kompetensi-kompetensi yang termuat dalam dokumen kurikulum yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau perilaku. Prosedur asesmen dan pelaporan nilai pun sudah diatur dan terpisah antara aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau perilaku.

Meskipun prosedurnya sudah diatur sedemikian rupa, seorang guru tetap mencampuradukkan berbagai aspek tersebut, terutama aspek sikap atau perilaku. Akhinyr nilai siswa tetap menjadi kurang akurat.

Kedua, cara yang tidak sesuai, seringkali kesalahan secara matematis, melakukan pengolahan nilai yang diperoleh dari berbagai aktivitas asesmen sehingga diperoleh nilai akhir. Di dalam pengolahannya, guru merata-rata seluruh nilai sehingga diperoleh nilai akhir. Cara tersebut menyebabkan nilai menjadi tidak akurat. Pembahasan ini dimaksudkan agar guru menjadi asesor yang berkualitas yang menentukan nilai berdasarkan keputusan profesional, bukan sekedar menghitung sehingga dihasilkan sebuah nilai tunggal yang meringkas pencapaian pembalajran siswa.

Ketiga, menentukan nilai berdasarkan praktik penilaian yang bervariasi dan seringkali kualitasnya rendah. Seorang ahli penilaian pendidikan, Ken O'Connor (2007) mengingatkan agar para guru agar jangan memberi skor untuk berbagai penilaian yang dilakukan guru dan jangan memasukkan semua skor menjadi nilai. Itu artinya, guru harus memahami apa tujuan dari penilaian yang dilakukannya.

Comments