Ketika seorang guru memberi nilai kepada siswanya, terutama nilai rapor, nilai tersebut haruslah mendukung pembelajaran siswa. Mengapa? Nilai memiliki hubungan erat dengan pembelajaran
yang dilakukan guru. Keterakaitannya dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, pembelajaran merupakan
sebuah proses. Seringkali proses tersebut dapat menghasilkan kesuksesan maupun sebuah
kegagalan. Begitu pula dengan kesulitan-kesulitan pembelajaran yang dialami
siswa. Kesulitan pembelajaran siswa semestinya tidak boleh dipandang sebagai
resiko pembelajaran yang harus dihadapi siswa sendiri.
Apabila siswa
memperoleh nilai rendah, mereka cenderung menyalahkan diri sendiri, dan
seringkali tidak berdaya untuk memperbaikinya. Oleh karena itu siswa
membutuhkan bantuan agar dapat bangkit lagi untuk memperbaiki pembelajarannya dan
berhasil.
Kedua, kebanyakan proses
pembelajaran bersifat kumulatif dan akan berkembang. Dalam konteks ini yang
diutamakan yakni prestasi atau pencapaian pembelajaran terkini. Oleh karena itu
mengapa segala sesuatu yang terjadi dalam pembelajaran tidak mesti diskor atau dinilai,
dan segala sesuatu yang diskor atau diberi nilai tidak memiliki bobot yang sama
dibandingkan yang lain untuk menentukan nilai akhir yang diperoleh seorang
siswa.
Nilai dapat menggerus
motivasi belahar siswa. Lebih-lebih apabila nilai menjadi prioritas utama dan
menjadi sesuatu yang harus dikejar. Black dan William (1998) dalam tulisannya berjudul Inside the Black Box: Raising Standards through Classroom Assesment menggunakan
istilah “mundur karena terluka”; gambaran suasana psikologis yang dialami siswa
apabila nilai menjadi prioritas yang tertinggi dibandingkan perbaikan
pembelajaran.
Apabila pembelajaran terfokus pada penghargaan nilai atau ranking, siswa hanya mengejar perolehan nilai yang terbaik, alih-alih meningkatkan pembelajaran menjadi lebih baik. Menurut Black dan William (1998), para siswa berusaha menghindari tugas-tugas pembelajaran yang sulit; menghabiskan waktu dan energi mencari kunci atau petunjuk untuk jawaban yang benar atau yang lebih menyedihkan, mereka menyerah dan “mundur karena terluka".
Bertolak belakang dengan pendekatan tradisional dalam memberi nilai, di mana seorang guru harus memberi skor atau nilai segala sesuatu yang terjadi dalam pembelajaran, dan setiap komponen-komponen asesmen menjadi penentu nilai siswa. Pihak sekolah dan guru perlu menemukan cara atau strategi bagaimana setiap orang tua dan siswa memahami dan mendukung pembelajaran sebagai suatu proses.
Semua kesulitan pembelajaran yang dialami siswa sepenuhnya adalah tanggung jawab guru dan orang tua. Sudah sewajarnya guru dan orang tua berkolaborasi bahu membahu membantu mengatasi berbagai kesulitan pembelajaran yang dialami siswa.
Apabila seorang guru memahami bahwa memberi nilai untuk keberhasilan pembelajaran, maka nilai haruslah mencerminkan apa yang diajarkan dan apa dinilai oleh guru dalam konteks keberhasilan pembelajaran itu sendiri. Pendapat semacam ini bukan mau menyatakan bahwa semua siswa harus berhasil, tetapi keberhasilan pembelajaran haruslah merefleksikan tingkat perkembangan pembelajaran siswa.
Comments
Post a Comment