TANYA JAWAB DI KELAS: BERKACA DARI PENELITIAN



Sumber Foto: Getty Images

Apabila seorang guru mengajar di kelas, guru itu tidak hanya akan bertanya cukup sekali, namun akan mengajukan banyak pertanyaan kepada para siswanya. Diakui bahwa aktivitas tanya jawab di kelas memang salah satu tekni penilaian yang informal yang jika dilakukan secara tepat dapat membentuk kemampuan berpikir siswa.

Para peneliti pendidikan telah mengamati bahwa seorang guru yang mengajar di kelas, sepanjang karirnya sebagai guru, akan memberikan pertanyaan sekitar satu setengah juta pertanyaan kepada siswa-siswanya.


Bahkan beberapa peneliti memperkirakan bahwa rata-rata guru memberikan pertanyaan sekitar 30 hingga 120 pertanyaan per jam kepada para siswanya ketika mengajar di kelas. Praktik semacam ini ternyata tidak berubah dari waktu ke waktu.

Pada tahun 1912 Romiett Stevens meneliti bahwa sekitar 80 persen diskusi di kelas terdiri dari kegiatan bertanya, menjawab, atau merespon pertanyaan yang diajukan guru maupun siswa sendiri. Dalam tulisannya berjudul The Question as a Measure of Classroom Practice, Steven menyatakan bahwa aktivitas tanya jawab di kelas sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan seorang guru sepanjang karirnya sebagai guru.

Meskipun seorang guru mengajukan banyak pertanyaan kepada siswanya, mereka umumnya hanya memberikan sedikit toleransi waktu kepada siswa untuk berpikir dan menjawab pertanyaan. Biasanya hanya sedetik atau beberapa detik waktu untuk siswa berpikir; jika tidak bisa menjawab, guru segera beralik ke interaksi verbal berikutnya.

Banyaknya pertanyaan yang diajukan guru kepada siswa dan jumlah waktu singkat yang diberikan sebelum jawaban diharapkan memperkuat temuan bahwa sebagian besar pertanyaan tidak memerlukan jawaban yang membutuhkan berpikir secara substantif, berpikir tingkat tinggi atau bernalar. Jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di kelas yang diberikan guru kepada siswa hanya membutuhkan kemampuan mengingat atau menghafal saja.


Berapa banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban berpikir tingkat rendah? Perkiraannya amat bervariasi, ada studi yang menunjukkan bahwa antara 70 hingga 95 persen dari semua pertanyaan guru kepada siswa merupakan pertanyaan yang tidak membutuhkan pemikiran yang mendalam.


Salah satu masalahnya bahwa tanpa pertanyaan yang membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, merangsang pikiran, belajar menjadi lebih sedikit dari menghafal.

Menurut William W. Willen dan Ambrose A. Clegg, dalam tulisannya berjudul Effective Questions and Questioning: A Research Review (1986), meskipun penelitian tentang pertanyaan berpikir tingkat tinggi kadang-kadang bertentangan, ada konsensus yang berkembang bahwa pertanyaan berpikir tingkat inggi meningkatkan daya nalar siswa dan mengarah pada peningkatan prestasi siswa.


Studi lain mengungkapkan bahwa kualitas dan kuantitas jawaban siswa meningkat ketika guru memberikan siswa waktu untuk berpikir. 

Satu detik saja hingga tiga detik atau lebih waktu yang diberikan guru kepada siswa untuk berpikir, jawaban siswa akan mencerminkan lebih banyak pemikiran yang muncul dan lebih banyak siswa akan secara aktif berpartisipasi di kelas.


Yang disayangkan, hanya sedikit sekolah yang memberikan panduan atau ketentuan bagaimana guru dan siswa berinteraksi di kelas melalui aktivitas tanya jawab. Situasi ini diungkap oleh Robert J. Sternberg, dalam tulisannya berjudul Answering Questions and Questioning Answers (1994).


Sejumlah besar temuan penelitian yang terkait dengan tanya jawab di kelas menunjukkan bahwa tanya jawab memaikan peran penting di dalam kelas. Sejumlah besar penelitian juga memberikan rekomendasi agar guru meningkatkan kemampuan dalam praktik tanya jawab di kelas.