MISKONSEPSI TENTANG TUGAS PROYEK DAN PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK

Apakah yang membedakan tugas proyek dan pembelajaran berbasis proyek? Kadang kala guru menyamakan keduanya. Padahal keduanya memiliki pengertian dan praktik yang berbeda.

Ketika hendak menggunakan pembelajaran berbasis proyek dan mendesain pembelajarannya, seorang guru harus memahami bahwa pembelajaran berbasis proyek tidaklah sama atau dapat disamakan dengan mengerjakan sebuah tugas proyek. Kerapkali guru memberikan tugas atau aktivitas kepada siswa di kelas dengan menyebutnya sebagai “proyek”. Praktik semacam ini tidak bisa disebut pembelajaran berbasis proyek. Saya pribadi pernah mengalami miskonsepsi ini, bahwa apa yang saya sebut "proyek" itu ternyata bukan pembelajaran berbasis proyek. Saya juga mengamati banyak guru yang mengalami miskonsepsi tentang pembelajaran berbasis proyek seperti yang pernah saya alami. Berdasarkan pengalaman dan studi saya pribadi tentang pembelajaran berbasis proyek, saya mencoba meluruskan apa yang dimaksud dengan "proyek" yang dikerjakan siswa dengan pembelajaran berbasis proyek menggunakan beberapa referensi yang mengungkap tentang pembelajaran berbasis proyek.

Di sini saya menyajikan beberapa pemetaan apa yang disebut “proyek” atau "tugas proyek" tetapi sebenarnya bukan sebagai pembelajaran berbasis proyek.

Pertama, tugas menjelang berakhirnya sebuah unit pembelajaran. Larmer, Mergendoller, dan Boss dalam bukunya berjudul Setting the Standard for Project Based Learning (2015) menyebut proyek semacam ini ibarat
 hidangan pencuci mulut atau penutup (dessert). 

Menjelang berakhirnya pembelajaran pada unit atau topik tertentu, kadang-kadang guru memberikan sebuah proyek kepada siswa. Proyek-proyek semacam ini meminta siswa membuat produk seperti model bangunan, poster, diorama, majalah, surat, dan lain-lain. Tujuannya bukan mengajarkan konten topik pembelajaran atau menilai pembelajaran siswa, melainkan sekedar memberikan pengalaman kepada siswa.

Kedua, tugas sebagai suplemen atau tambahan untuk pembelajaran. Tugas semacam ini mirip dengan kategori pertama di atas, tetapi proyek pada kategori kedua ini terjadi selama sebuah topik pembelajaran diajarkan atau dapat juga di luar sebuah topik pembelajaran. Siswa dapat diminta mengerjakannya di rumah. Misalnya, desain dan melakukan percobaan ilmiah, mengobservasi antariksa, merekam data, atau simulasi investasi di pasar saham, dan lain-lain. Di samping itu, guru dapat pula meminta siswa untuk memilih topik tertentu dan melakukan riset sederhana sebagai kelanjutan dari topik pembelajaran yang sudah dibahas. 

Misalnya, menyajikan presentasi tentang spesies yang nyaris punah, membuat riset tentang mekanisme permintaan dan penawaran produk yang langka (lukisan kuno, benda kuno, dan lain-lain), mempresentasikan analisis kemiskinan di negara-negara Amerika Latin atau Afrika, dan lain-lain. Tujuan proyek ini sama seperti proyek pada kategori yang pertama. Hanya saja bedanya, pada kategori yang kedua ini lebih menekankan pada usaha untuk memberikan siswa kesempatan mempelajari topik secara mendalam, dengan beberapa tingkat pilihan produk yang hendak dibuat. Lermer, Mergendoller, dan Boss (2015) mengibaratkan proyek semacam ini sebagai makanan suplemen atau makanan tambahan (side dish) kepada seorang balita.

Ketiga, tugas dengan beragam aktivitas. Kadangkala guru mendesain pembelajaran di mana siswa akan mengalami sejumlah aktivitas yang bervariasi. Aktivitas yang dilakukan siswa disatukan dalam sebuah kompetensi pembelajaran yang mesti dikuasai, durasi waktu, atau tempat. Siswa mengerjakan beberapa kegiatan yang dapat disebut tugas proyek, bahkan kadang-kadang siswa dapat memilih apa yang harus dilakukan atau topiknya. Lermer, Mergendoller, dan Boss (2015) mengistilah proyek semacam ini sebagai proyek “prasmanan”. Proyek memang bersifat kompleks dan membutuhkan keterlibatan siswa secara penuh.

Sebagai contoh, penulis mengajarkan topik pembelajaran tentang pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Di samping siswa belajar melalui aktivitas ceramah atau mendengar penjelasan dari guru, mempelajari buku pelajaran, dan mengisi lembar kerja, siswa harus mengerjakan tugas kasus berisi pemecahan masalah, membuat presentasi tentang profil pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi sebuah negara yang dipilih siswa sendiri, dan lain-lain. Tujuan dari proyek “prasmanan” ini mirip dengan dua kategori di atas yakni proyek “hidangan penutup” dan proyek “makanan tambahan” yang memperkaya dan memperdalam pengetahuan dan keterampilan siswa pada sebuah topik pembelajaran.

Keempat, tugas sebagai bagian dari penilaian kinerja atau keterampilan. Kadangkala guru memberi tugas yang dimaksudkan agar siswa mendemonstrasikan penguasaan terhadap yang telah mereka pelajari. Tugas ini menjadi puncak pembelajaran dari sebuah topik pembelajaran yang juga disebut “proyek”; dapat dikerjakan secara individual maupun kelompok, serta memiliki banyak bentuk. Siswa mungkin diminta untuk memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan dengan menghasilkan produk tertulis atau presentasi, merancang dan membuat produk atau mendemonstrasikan keterampilan tertentu, atau melakukan penyelidikan ilmiah, dan lain-lain. Tujuan utama dari proyek semacam ini yaitu untuk menilai pembelajaran siswa. 

Mengapa kategori-kategori proyek di atas tidak dapat disebut pembelajaran berbasis proyek? Jawabnya singkat: Karena kategori-kategori proyek tersebut bukanlah pembelajaran yang utama yang dirangkai dalam fase-fase pembelajaran atau tidak memiliki sintaks pembelajaran. 

Kategori-kategori proyek tersebut bukanlah sebuah model pembelajaran yang diaplikasikan untuk pembelajaran siswa di kelas, tetapi sekedar aktivitas tambahan untuk pembelajaran yang sudah dilakukan siswa atau menjadi bagian dari pembelajaran atau untuk aktivitas penilaian kelas. Kategori-kategori tersebut bukanlah kendaraan utama dalam pembelajaran yang bertujuan agar siswa menguasai kompetensi tertentu. Kategori-kategori proyek yang disebutkan di atas hanyalah suplemen dari pembelajaran atau bahkan sama sekali terpisah dari pembelajaran.

Berbeda dengan pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran berbasis proyek menjadi kendaraan utama pembelajaran agar siswa menguasai kompetensi tertentu. Pembelajaran berbasis proyek menjadi model pembelajaran yang menggantikan model pembelajaran tradisional di mana guru menjadi pihak yang mentransfer pengetahuan dan siswa sekedar menerima pengetahuan serta menjadi subyek yang pasif. Pembelajaran berbasis proyek menyatu dan menjadi inti utama pembelajaran di mana pembelajarannya mengikuti proses atau tahapan-tahapan tertentu atau memiliki sintaks pembelajaran.